Penanganan Terorisme di Indonesia Lebih Baik Ketimbang AS


JAKARTA (Suara Karya) Penanganan terorisme di Indonesia berikut dampaknya dinilai lebih baik dibanding negara lain, termasuk Amerika Serikat sekali pun."Indonesia lebih baik dalam me-manage (menangani- Red)terorisme dan dampak-dampaknya ketimbang negara lain, termasuk Amerika sekalipun," kata Direktur Internasional Crisis Group (DICG) Sidney Jones di sela diskusi kerja "Mencegah Terorisme dengan Membangun Kepedulian dan Rasa Kemanusiaan" di Jakarta, Sabtu.

Diskusi tersebut diselenggarakan oleh Asosiasi Korban Bom Terorisme di Indonesia (Askobi) bekerja sama dengan Global Survivor Network (GSN), sebuah organisasi yang mewadahi korban bom terorisme di seluruh dunia.Menurut Sidney, lndo-nesia mampu mengadili para pelaku terorisme yang ditangkap setelah peristiwa bom dalam 10 tahun terakhir, secara terbuka di depan pengadilan sehingga siapa pun bisa mengakses dan mengetahui secara detil."Sedangkan di Amerika, tertutup. Bahkan di Guantanamo sampai saat ini masih ada korban penangkapan akibat terorisme, sudah enam tahun di sana tanpa diadili," katanya seperti dikutip Antara.Oleh karena itu, katanya, penanganan terorisme di Indonesia yang lebih soft (baik) ini diyakini secara bertahap akan mampu menekan gejala terorisme di Indonesia.

"Selain memang dalam beberapa tahun terakhir ini tidak ada lagi konflik horizontal bagi suburnya rekrutmen terorisme seperti konflik Ambon dan Poso," katanya.Ditanya tentang dugaan latihan terorisme di Aceh menyusul penangkapan oleh polisi seusai menggerebek sebuah kamp latihan militer di Aceh Besar, beberapa waktu lalu, Sydney mengaku belum berani menyimpulkan, apakah hal itu termasuk gejala terorisme atau bukan."Harus menunggu lengkap hasil investigasi, karena latihan militer tidak identik dengan terorisme. Namun, sepertinya Aceh bukanlah tempat subur bagi jaringan terorisme seperti keterlibatan jaringan Jamaah Islamiyah (JI). Selain itu, di Aceh selama ini sangat jauh dengan radikalisme," katanya.

Namun, menurut Sidney, tidak menutup kemungkinan, peluang jaringan baru itu. tetap harus diwaspadai polisi di Indonesia Apakah mungkin eks jaringan Noordin M Top masih bereaksi dan berlatih di Aceh? Sidney tidak berani menyimpulkan hal itu."Bisa saja, karena hingga saat ini teman-teman Noordin sekitar 10-15 sampai sekarang masih diburu oleh polisi Indonesia karena termasuk DPO (Daftar Pencarian Orang)," katanya.

Bukan Pesantren

Pada bagian lain, mantan Komandan Jaringan Jamaah Islamiyah, Nasir Abbas mengakui bahwa benih-benih terorisme di Indonesia selama ini disebabkan oleh adanya ideologi yang keliru dalam memaknai jihad dan menghalalkan cara untuk membunuh orang lain dengan alasan tertentu.

"Ideologi ini tidak ada diajarkan dalam pesantren, tetapi dilakukan oleh orang yang juga lulusan pesantren dan siapa saja yang menjadi korban atau pengaruh ideologi yang keliru ini," kata Nasir. Oleh karena itu, semua pihak, harus mewaspadai terhadap ideologi ini.Sementara itu, sosiolog Imam B Prasodjo menilai, salah satu cara untuk melakukan pencegahan sejak dini adalah meningkatkan kepedulian setiap warga negara akan korban yang ditimbulkan oleh tindakan terorisme itu sendiri."Upaya mengingat kepada para korban yang masih hidup dan keluarganya ini juga penting, termasuk juga kepada keluarga pelaku yang ditinggalkan oleh pelakunya (yang sudah dieksekusi oleh aparat hukum Red), katanya, irthtii

1 komentar:

Eka Sapri Alvyanto mengatakan...

tapi malah polisinya banyak yang menjadi markus, gimana to...

Posting Komentar

terimakasih.....

 
Powered By Blogger
© Grunge Theme Copyright by ABDULLOH | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks